Jumat, 07 Agustus 2015

Filosofi Mikhul Dhuwur Mendhem Jero memakan korban

Kita semua tentu mengenal sosok Sukarno sebagai Presiden RI pertama. Selama puluhan tahun kita telah dicekoki dengan cerita-cerita positif tentang Sukarno karena pemerintahan Suharto dengan tegas & keras melarang setiap bentuk berita atau tulisan yg mencoba mengungkap sisi negative dari Sang Putra Fajar. Beberapa penulis buku telah merasakan sistem yg diterapkan Suharto yg teguh menjalankan filosofi “Mikhul Dhuwur Mendhem Jero”.
 
Mochtar Lubis adalah seorang jurnalis dan pengarang ternama asal Indonesia. Mochtar Lubis turut mendirikan Kantor Berita ANTARA, kemudian mendirikan dan memimpin harian Indonesia Raya yang telah dilarang terbit. Ia mendirikan majalah sastra Horizon bersama-sama kawan-kawannya. Pada waktu pemerintahan rezim Soekarno, ia dijebloskan ke dalam penjara hampir sembilan tahun lamanya tanpa pernah diadili dan baru dibebaskan pada tahun 1966. Pemikirannya selama di penjara, ia tuangkan dalam buku Catatan Subversif (1980). 

Mochtar Lubis, seorang wartawan senior pernah ditahan & diperiksa karena menerbitkan buku yg berisi Aib-Aib Sukarno. Buku Mochtar Lubis secara terbuka menulis kebiasaab Sukarno yg gemar menggelar peseta dansa-dansi di istananya sementara diluar sana rakyat menderita kelaparan bahkan ada yg harus mengais sampah sisa pesta hanya untuk bertahan hidup. Buku beliau diberangus dan dilarang beredar.



Prof. DR. Nugroho Notosusanto seorang Dosen dari Universitas Indonesia juga mengalami hal yang sama. Buku-bukunya yg memuat Aib-Aib Sukarno serta mempertanyakan peruntukan dari Dana Revolusi & Sumbangan emas dari para raja-raja senusantara dianggap melanggar prinsip filosofi Mikhul Dhuwur Mendhem Jero. Buku-buku tersebut  diberangus & dilarang beredar, bahkan Nugroho Notosusanto menjadi menteri pertama di era Suharto yg direshufle mendadak. Prof. DR. Nugroho Notosusanto dilantik menjadi Mendikbud ditahun 1982 dan direshufle ditahun 1984. Beliau kembali menjadi Dosen di Almamaternya UI.

Dalam suatu perbincangan Prof. DR. Nugroho Notosusanto dengan gamblang mengatakan bahwa generasi muda wajib untuk mengetahui fakta-fakta yang terjadi dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Generasi muda wajib mengetahui bagian terburuk dari sejarah tersebut agar dapat mengambil Hikmah dan pembelajaran dari peristiwa sejarah tersebut. Namun Suharto tidak menggubris pembelaan yg dilakukan beliau.



.


Prof. DR. Antonie C.A. Dake seorang sejarahwan dari Amerika Serikat juga mengalami hal yg sama. Bukunya yg berjudul “The Devious Dalang” yang memuat tulisan tentang kronologis perisiwa G30S/PKI dari sebelum peristiwa terjadi hingga jatuhnya Sukarno dilarang beredar di Indonesia. Buku The Devious Dalang atau yg lebih dikenal sebagai buku “Sukarno’s File” secara terang-terangan menuduh Sukarnolah dalang sebenarnya dari peristiwa G30S/PKI dan dianggap bertanggung jawab atas kematian ratusan ribu bahkan jutaan rakyat Indonesia akibat dari tindakannya. Prof. DR Antonie C.A Dake menggambarkan sosok Sukarno bagai seorang Godfather yang ingin memperkuat kekuasaannya dengan menghabisi teman atau pengikutnya yg dianggap tidak loyal dan dapat membahayakan potensi kekuasaannya dikemudian hari.