Kita semua tentu mengenal sosok Sukarno
sebagai Presiden RI pertama. Selama puluhan tahun kita telah dicekoki dengan
cerita-cerita positif tentang Sukarno karena pemerintahan Suharto dengan tegas
& keras melarang setiap bentuk berita atau tulisan yg mencoba mengungkap
sisi negative dari Sang Putra Fajar. Beberapa penulis buku telah merasakan
sistem yg diterapkan Suharto yg teguh menjalankan filosofi “Mikhul Dhuwur
Mendhem Jero”.
Mochtar Lubis adalah seorang jurnalis dan pengarang ternama
asal Indonesia. Mochtar Lubis turut mendirikan Kantor Berita ANTARA, kemudian
mendirikan dan memimpin harian Indonesia Raya yang telah dilarang terbit. Ia
mendirikan majalah sastra Horizon bersama-sama kawan-kawannya. Pada waktu
pemerintahan rezim Soekarno, ia dijebloskan ke dalam penjara hampir sembilan
tahun lamanya tanpa pernah diadili dan baru dibebaskan pada tahun 1966.
Pemikirannya selama di penjara, ia tuangkan dalam buku Catatan Subversif
(1980).
Mochtar Lubis, seorang wartawan senior
pernah ditahan & diperiksa karena menerbitkan buku yg berisi Aib-Aib
Sukarno. Buku Mochtar Lubis secara terbuka menulis kebiasaab Sukarno yg gemar
menggelar peseta dansa-dansi di istananya sementara diluar sana rakyat
menderita kelaparan bahkan ada yg harus mengais sampah sisa pesta hanya untuk
bertahan hidup. Buku beliau diberangus dan dilarang beredar.
Prof. DR. Nugroho Notosusanto seorang Dosen
dari Universitas Indonesia juga mengalami hal yang sama. Buku-bukunya yg memuat
Aib-Aib Sukarno serta mempertanyakan peruntukan dari Dana Revolusi &
Sumbangan emas dari para raja-raja senusantara dianggap melanggar prinsip
filosofi Mikhul Dhuwur Mendhem Jero. Buku-buku tersebut diberangus & dilarang beredar, bahkan
Nugroho Notosusanto menjadi menteri pertama di era Suharto yg direshufle
mendadak. Prof. DR. Nugroho Notosusanto dilantik menjadi Mendikbud ditahun 1982
dan direshufle ditahun 1984. Beliau kembali menjadi Dosen di Almamaternya UI.
Dalam suatu perbincangan Prof. DR. Nugroho Notosusanto dengan gamblang mengatakan bahwa generasi muda wajib untuk mengetahui fakta-fakta yang terjadi dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Generasi muda wajib mengetahui bagian terburuk dari sejarah tersebut agar dapat mengambil Hikmah dan pembelajaran dari peristiwa sejarah tersebut. Namun Suharto tidak menggubris pembelaan yg dilakukan beliau.
Prof. DR. Antonie C.A. Dake seorang sejarahwan dari Amerika Serikat juga mengalami hal yg sama. Bukunya yg berjudul “The Devious Dalang” yang memuat tulisan tentang kronologis perisiwa G30S/PKI dari sebelum peristiwa terjadi hingga jatuhnya Sukarno dilarang beredar di Indonesia. Buku The Devious Dalang atau yg lebih dikenal sebagai buku “Sukarno’s File” secara terang-terangan menuduh Sukarnolah dalang sebenarnya dari peristiwa G30S/PKI dan dianggap bertanggung jawab atas kematian ratusan ribu bahkan jutaan rakyat Indonesia akibat dari tindakannya. Prof. DR Antonie C.A Dake menggambarkan sosok Sukarno bagai seorang Godfather yang ingin memperkuat kekuasaannya dengan menghabisi teman atau pengikutnya yg dianggap tidak loyal dan dapat membahayakan potensi kekuasaannya dikemudian hari.